BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peternakan
merupakan penyuplai protein hewani terbesar bagi kebutuhan masyarakat. Saat
ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan yang sedang mengalami
peningkatan pesat. Permintaan komoditi unggas terus meningkat dan pada tahun
2008 laju pertumbuhan bisnis perunggasan nasional mencapai 7%. Itik adalah
salah satu jenis unggas yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan unggas yang
lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama dibandingkan ayam,
tingkat kematiannya kecil, tahan terhadap penyakit, dan pada penggunaan
kualitas pakan yang rendah itik masih dapat berproduksi. Komoditas unggulan
dari itik adalah daging dan telur. Telur merupakan produk itik yang lebih
digemari masyarakat daripada daging itik. Produksi telur itik pada tahun 2005
mencapai 194.957 ton dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 201.703 ton. Konsumsi
per kapita telur itik pada tahun 2005 sebesar 0,73 kg/tahun, sedangkan
konsumsi per kapita
daging itik hanya 0,05 kg/tahun (Ditjennak, 2006).
Telur
merupakan salah satu bahan pangan yang mengandung zat gizi protein dan kolesterol.
Protein merupakan salah satu indikator penting yang menentukan kualitas telur
dan kolesterol merupakan produk khas dari metabolisme hewan. Kandungan protein
dan kolesterol pada telur itik lebih tinggi daripada telur ayam. Pada telur
itik kandungan protein dan kolesterolnya sebesar 13,1 g/100g bobot telur dan
14,3 g/100g bobot telur, sedangkan pada telur ayam hanya 12,8 g/100g bobot
telur dan 11,5 g/100g bobot telur (Depkes, 1972).
Saat ini kesadaran
masyarakat terhadap pola makan yang sehat sudah semakin tinggi. Masyarakat
mulai memperhatikan food safety yang cenderung menghindari makanan yang
mengandung kolesterol. Telur merupakan salah satu sumber kolesterol yang
apabila terus dikonsumsi akan menyebabkan penyumbatan pada 2 pembuluh darah
jantung. Hal ini dikhawatirkan akan mengurangi konsumsi telur oleh masyarakat,
sehingga penurunan kadar kolesterol pada telur perlu diupayakan (Cahyono, 2001).
Kayu apu (Pistia
stratiotes L.) merupakan salah satu jenis gulma air yang mempunyai potensi
untuk dijadikan campuran pakan pada ransum itik. Kayu apu mengandung serat,
nilai nutrien, dan produksi biomassa bahan kering yang cukup tinggi sebesar
16,1 ton BK/ha/tahun (Reddy dan Debusk, 1985). Penggunaan kayu
apu dapat meningkatkan
serat dan menurunkan energi metabolis ransum. Kandungan serat ransum yang
tinggi ini mampu menurunkan lemak sebesar 25g dalam 100g pada daging ayam
kampung (Cahyono, 2001). Selain itu, herba kayu apu mengandung senyawa kimia
penting yaitu flavonoid yang dikenal sebagai senyawa anti-kolesterol (Depkes,
2009) dan proteinnya yang tinggi sebesar 16,7 % (Kasselman, 1995).
Berdasarkan
permasalahan dan fakta tersebut terdapat potensi untuk melakukan sebuah inovasi
dalam pembuatan pakan itik yang dapat menghasilkan telur dengan kandungan
protein tinggi dan kolesterol rendah. Kayu apu (Pistia stratiotes)
merupakan jenis tumbuhan air yang berpotensi untuk dijadikan sebagai campuran
pakan ternak. Oleh sebab itu, pemanfaatan Pistia stratiotes dapat
menjadi sebuah inovasi dalam pembuatan pakan yang menghasilkan telur dengan kualitas
sehat dan aman dikonsumsi masyarakat.
1.2. Rumusan Masalah
Telur itik
lebih disukai dan digemari oleh masyarakat daripada dagingnya. Produksi telur
itik pada tahun 2005 mencapai 194.957 ton dan pada tahun 2006 meningkat menjadi
201.703 ton (Ditjennak, 2006). Konsumsi per kapita telur itik pada tahun 2005
sebesar 0,73 kg/tahun, sedangkan konsumsi per kapita daging itik hanya 0,05
kg/tahun (Ditjennak, 2006).
Telur itik
mengandung protein dan kolesterol yang lebih tinggi daripada telur ayam. Pada
telur itik kandungan protein dan kolesterolnya sebesar 13,1 g/100g bobot telur
dan 14,3 g/100g bobot telur, sedangkan pada telur ayam hanya 12,8 g/100g bobot
telur dan 11,5 g/100g bobot telur (Depkes, 1972). Protein merupakan salah satu
indikator penting yang menentukan kualitas telur dan kolesterol merupakan produk
khas dari metabolisme hewan. Kesadaran masyarakat terhadap pola makan yang
sehat sudah semakin tinggi. Masyarakat mulai memperhatikan food safety yang
cenderung menghindari makanan yang mengandung kolesterol. Telur merupakan salah
satu sumber kolesterol yang apabila terus dikonsumsi akan menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah jantung. Hal ini dikhawatirkan akan mengurangi
konsumsi telur oleh masyarakat, sehingga penurunan kadar kolesterol pada telur
perlu diupayakan (Cahyono, 2001).
Kayu apu (Pistia
stratiotes L.) merupakan salah satu jenis gulma air yang mempunyai potensi
untuk dijadikan campuran pakan pada ransum itik. Kayu apu
mengandung serat dan
protein tinggi serta mengandung senyawa kimia penting yaitu flavonoid yang
dikenal sebagai senyawa anti kolesterol. Berdasarkan permasalahan dan fakta
tersebut terdapat potensi untuk melakukan sebuah inovasi dalam pembuatan
campuran pakan itik yang dapat menghasilkan telur dengan kandungan protein
tinggi dan kolesterol rendah. Kandungan protein dan serat kasar yang tinggi
serta kandungan flavonoid pada Pistia stratiotes dapat digunakan sebagai
alternatif campuran pakan itik yang dapat menghasilkan telur dengan kandungan
protein tinggi dan kolesterol rendah (Depkes, 1972).
1.3. Tujuan dan Manfaat
1.3.1. Tujuan
1.
Memanfaatkan kayu apu sebagai bahan alternatif
campuran pakan yang dapat meningkatkan kandungan protein dan menurunkan
kolesterol pada telur itik.
2.
Meningkatkan nilai tambah kayu apu sebagai
campuran pakan alternatif pada itik.
3.
Mengurangi gulma tanaman.
1.3.2. Manfaat
1.
Bagi Mahasiswa
Meningkatkan kreativitas mahasiswa dengan memanfaatkan gulma tanaman untuk
meningkatkan protein dan mengurangi kolesterol pada ransum itik.
2.
Bagi Peternak
Menghasilkan produk telur itik tinggi protein dan rendah kolesterol yang
sehat untuk dikonsumsi.
3.
Bagi Masyarakat dan Lingkungan
Mengurangi gulma pada tanaman sehingga pertumbuhan tanaman tidak terganggu.
Hal ini akan berpengaruh pada pengurangan polusi udara. Mendapatkan produk
unggas yang sehat dan aman untuk dikonsumsi.